Langsung ke konten utama

RUMAH NENEK


Siska, suami dan anaknya berkunjung ke rumah almarhumah Neneknya Siska yang sudah meninggal tahun lalu untuk merenovasi rumah tersebut. Tadinya mereka akan ditemani oleh Bibinya Siska tapi ternyata karena satu dan lain hal, Bibinya Siska menunda kedatangannya ke rumah itu. Ia hanya berpesan satu hal kepada Siska: “Seluruh ruangan boleh kau renovasi, kecuali kamar Nenekmu!”

Rumah itu merupakan rumah tua yang ukurannya sangat besar tapi hanya terdiri dari dua kamar. Yang satu adalah kamar utama milik Kakek dan Neneknya Siska dan satu kamar lainnya yang dulu ditempati oleh Ibu dan Bibinya Siska.

Waktu masih kecil, Siska sering diajak oleh Ibunya untuk berkunjung ke rumah tersebut, tetapi setelah kematian Ibunya saat Siska masih remaja, Siska tidak pernah berkunjung lagi kesana sampai tahun lalu, saat ia turut serta dalam upacara pemakaman Nenek tercintanya itu.

***

Hari pertama, Siska dan suaminya membersihkan sebagian rumah Nenek sampai malam tiba, tapi saat malam makin larut, bayi mereka terus menangis tak henti-henti. Hal itu membuat Siska dan suaminya kelelahan karena tidak bisa beristirahat.

Untung saja keesokan harinya, si bayi mungil cukup tenang sehingga di hari kedua, Siska dan suaminya bisa mengawasi para tukang bangunan yang telah mulai merenovasi rumah itu dan sesuai pesan sang Bibi, Siska melarang mereka menyentuh kamar Nenek.

***

Saat malam tiba, lagi-lagi bayinya Siska menangis. Siska pun turut berlinangan air mata karena bingung dan cemas dengan kondisi bayinya. Bayi itu sama sekali tak mau ditaruh di pembaringan, ia hanya mau tidur dalam gendongan kedua orangtuanya. Tentu saja hal itu membuat Siska dan suaminya kewalahan.

Mereka yakin kalau anak mereka dalam kondisi sehat, tak ada tanda-tanda demam pada tubuhnya. Kendati demikian, Siska tetap ingin membawa anaknya ke klinik terdekat namun suaminya berkata kalau ia masih sanggup menggendong anak mereka, jadi pergi ke klinik yang letaknya puluhan kilometer dari sana, sebaiknya ditunda sampai besok pagi saja. Karena tidak ingin sama-sama kelelahan, akhirnya Siska dan suaminya sepakat untuk tidur bergantian.

Waktu itu mendekati pukul dua belas malam, kata suami Siska kepadanya, "Kau duluan saja yang tidur. Aku akan mengurus bayi kita. Tiga atau empat jam lagi aku akan membangunkanmu dan gantian aku yang tidur. Tapi semoga saja sebelum giliranmu berjaga, bayi kita sudah berhenti dari rewelnya dan mau ditidurkan di atas kasur, jadi kita bertiga bisa sama-sama beristirahat."

Siska pun menyerahkan bayinya yang rewel itu kepada sang suami sambil berkata, "Tapi mana mungkin aku bisa tidur di sini kalau dia terus menangis seperti ini. Aku pasti akan terganggu dan tidak tega mendengar suaranya."

"Benar juga. Kalau begitu, kau tidur saja di kamar Nenekmu," ucap sang suami.

Berhubung kamar di rumah itu hanya dua dan letaknya berjauhan, maka ide dari suaminya Siska itu tentu saja menjadi solusi yang tepat bagi mereka berdua. Tanpa pikir panjang, Siska pun segera merogoh saku tasnya untuk mencari kunci kamar Nenek.

***

Sejak kemarin, mereka hanya menjamah bagian depan rumah itu saja yang terdiri dari sebuah kamar bekas kamar tidur Ibu dan Bibinya Siska yang kini mereka tempati, lalu ada pula sebuah ruang tamu dan ruang keluarga, sedangkan kamar Nenek yang letaknya di belakang, dekat dengan dapur, sama sekali belum mereka kunjungi.

Siska pikir, ini waktu yang tepat untuk melihat-lihat ke dalam sana.

Usai berterima kasih pada suaminya yang selalu setia dan siaga, Siska pun berjalan melewati sebuah lorong gelap untuk menuju ke kamar Nenek. Setelah melewati dapur, tibalah ia di depan pintu kamar yang terbuat dari kayu jati nan kokoh. Meskipun warna catnya sudah sangat pudar namun pintu itu masih nampak memancarkan aura kemewahan yang cukup klasik dan menarik.

"Klik," Siska membuka kunci gembok kamar itu.

Perlahan-lahan, didorongnya daun pintu.

Kondisi kamar itu tidak terlalu gelap. Anehnya, hal pertama yang nampak dalam mata Siska adalah tampilan sebuah cahaya yang asalnya dari satu pojok kamar. Kening Siska berkerut. Tidak diragukan lagi, cahaya itu bersumber dari sebuah lilin yang ada di atas meja nakas.

Siska heran. Siapa yang menyalakan lilin itu? Apa sebelumnya sang suami sudah masuk kemari dan menyalakan lilin? Tapi rasanya tidak, mana mungkin suaminya selancang itu masuk kesini tanpa ijin dari Siska.

Dengan penuh gejolak dan tanda tanya, Siska mulai melangkah masuk lebih dalam lagi dan melayangkan mata ke tengah-tengah kamar itu di mana sebuah ranjang tua raksasa yang terbuat dari besi dengan kelambunya yang berwarna putih nampak melambai-lambai tertiup angin yang berasal dari pintu tempat Siska berdiri sekarang.

Hampir saja Siska menuju ke bekas pembaringan tua itu sampai tiba-tiba langkahnya terhenti saat menyadari bahwa ia melihat punggung seseorang yang duduk di sana.

Seorang wanita.

Wanita tua.

Wanita tua berambut putih panjang dengan sebuah pisau menancap di punggungnya!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

DEBUR

     Ibu sungguh-sungguh terobsesi menjadikanku aktris atau apapun itu yang bisa ditampilkan di televisi. Aku diantarnya ikut audisi demi audisi: menari, bernyanyi, berakting dan apapun itu yang biasa ditampilkan di televisi.      Anak kecil tak pernah tahu tentang tujuan hidupnya, orangtua yang bertugas membimbing anak-anak untuk mencapai cita-cita .      Itu yang selalu Ibu katakan.      Tak pernah sekalipun aku melawan sebab memang cuma Ibu yang mengurusku sendirian.      Hanya saja kelak ketika aku lepas dari masa remaja dan menjadi dewasa, aku tahu kalau terkadang ia tak sedang sungguh-sungguh seperti apa yang ia katakan. ***      “Aku lelah, Bu,” ucapku, memalingkan muka.      “ Casting ini untuk pemeran pendukung perempuan.”      “Lantas?”      “Hei! Bulan lalu seluruh uang Ibu sudah habis untuk berbagai treatmentmu di klinik kecanti...

Rekomendasi Pantai Hidden Gem di Gunung Kidul, Cocok buat Kaum Introvert yang Pengen Foto Liburannya Bersih dari Foto Manusia Lain

    Hei, Anda yang (katanya) introvert atau emang bener introvert parah seperti aku dan bestieku ini, bukankah di dalam hati Anda yang paling dalam, Anda tetap ingin jalan-jalan lalu berpamer ria di sosial media? Hhhh! Ngaku aja, deh!      Sebenernya yang paling penting bagi kaum introvert (mendang mending) adalah bisa berkelana kemana aja tanpa perlu memikirkan "harus/bakal bertemu siapa?" Jadi orang introvert itu sama sekali bukan katak dalam tempurung?! Ya dong!  (Karena katak bukan orang! Oke, skip!)       Nah, sekarang sebelum Anda berpikir terlalu jauh tentang mau healing kemana, sama siapa, nanti akan bertemu siapa, maka hal pertama yang Anda perlukan adalah keyakinan bahwa dompet Anda ada isinya, terutama buat beli bensin.       Jadi kalau di dompetnya cuma ada sepuluh ribu, ya jangan berpikir untuk ke pantai atau gunung dulu, ya cuk! Jangankan buat ke pantai, buat beli bensin dan starter motor thok, bisa-bisa...

TIGA KERAMAT

Kepala Suku/Ilustrator : Smavel Deck Ada tiga macam upacara adat yang akan mereka lakukan selama tiga hari berturut-turut. Aku wajib untuk ikut satu dari antara tiga itu. Tiga merupakan angka yang sakral bagi masyarakat suku di lembah Cendana ini. Dalam tujuh hari, mereka hanya boleh 3 hari bekerja. Hari-hari lainnya dipakai untuk beristirahat dan mengolah makanan. Anak umur 3 tahun wajib disunat. Remaja lelaki 13 tahun wajib hidup mandiri di pondoknya sendiri. Remaja putri umur segitu, yang belum menstruasi, wajib bekerja mencari ikan di rawa-rawa selama 3 hari berturut-turut untuk keluarganya. Jika sudah menstruasi, maka wajib dikawinkan dengan lelaki usia 1 3 tahun atau lebih. Ngeri memang mendengarnya, namun memang itulah alasanku datang kemari. Aku ingin tahu betul, bagaimana cara mereka bertahan hidup di bawah aturan yang sangat ketat, terkait angka-angka sakral yang telah mereka tetapkan sejak berabad-abad lalu. Mereka pun sangat terisolasi, jauh dari peradaban, ha...