(pernah dimuat di www.nominaidekarya.com tanggal 16 Juli 2024)
Tak ada suara alarm, tak ada suara anak-anak yang bernyanyi riang. Aku justru terkejut karena terbangun dalam kesunyian
Lain dari biasanya.
Meski tak sama seperti hari-hari sebelumnya, namun satu benda yang selalu dan pasti akan kucari setiap bangun dari tidur pulas semalaman, satu benda yang biasa kusimpan rapat di bawah bantal, hanyalah satu: ponselku..
Satu, aku selalu terbangun karena tersentak oleh suara alarm dari ponselku. Dua, aku harus mengecek aplikasi perpesanan, lagi-lagi dari benda yang sama.
Namun kini, di mana itu? Jelas sekali kalau alarm yang harusnya berdering dari sana, pagi ini tidak melaksanakan tugasnya seperti hari-hari lalu.
"Nina...Nin!" teriakku, gusar.
Nina itu nama istriku.
Tak ada jawaban.
Sepi, sunyi.
***
Matahari telah menggantung tinggi di seperempat langit dan cahayanya masuk melalui celah-celah tirai putih di kamar. Aku beranjak dari pembaringan.
Di mana ponselku???!!
Sial! Jam berapa ini?? Mestinya alarm di ponsel itu berbunyi pukul tujuh, membuatku jenggirat dari tempat tidur dan buru-buru meraba ke bawah bantal, mengambil si ponsel dan mematikan alarmnya, bergegas untuk mandi, sarapan, mengantar anak-anak ke sekolah dan melesat ke kantor melawan kemacetan.
Sial! Ada meeting jam sembilan pagi ini!
***
Melangkah aku keluar kamar, namun seketika kakiku terhenti di depan pintu yang menghubungkan living room dengan ruang makan sambil kutengok dua kamar di depan living room itu, kamar kakak adik yang bersebelahan dan selalu berantakan setiap pagi karena keduanya sibuk mengaduk lemari demi mencari seragam dan atau menyiapkan buku pelajaran. Kini rapi, sepi, kosong. Rumah cluster yang selalu ramai ini terasa ada di ujung bumi.
Pandangku terlempar pada jam dinding bulat yang menempel di ruang makan. Jam sembilan kurang, kurang sepuluh atau lima belas, entah!
Kenapa Nina tidak membangunkanku???! Sudah jelas aku telat, kini aku harus bolos kerja dan...
Ah, di mana Nina dan anak-anak???
Di mana ponselku?!!
***
Dua malam lalu, Nina bilang kalau dia tak sanggup jika harus resign, mungkin dia akan mengajukan permohonan kepada perusahaan untuk boleh bekerja di rumah.
Jawabku, "Terserah kamu saja."
Dan tadi malam, Nina pun bilang, "Andre, kalau memang itu yang kamu mau, supaya aku fokus mengurus anak-anak di rumah dan undur dari pekerjaan, mungkin akan kupertimbangkan. Aku bisa menyibukkan diri di rumah dengan membuat konten. Aku suka memasak, aku bisa memasak apa saja lalu menjadikannya konten di Instagram.”
Jawabku, "Terserah kamu saja."
Yang terjadi di malam-malam sebelumnya, hanyalah pertengkaran-pertengkaran panjang setelah anak-anak tertidur nyaman di pembaringan.
***
Pada akhirnya kutemukan ponselku di atas meja makan.
Aplikasi perpesanan pribadi antara aku dan seseorang, masih terbuka.
Alin: “selamat tidur sayang. Jangan lupa besok pagi meeting jam 9.”
Andre: “selamat tidur juga sayang. Ok, siap.”
Alin: “jangan lupa taruh hp di bawah bantal!”
***
Termangu kini aku, kembali ke kamar, menatap kosong pada setiap sudut ruangan.
Jam di ponsel menunjuk pada angka sembilan kurang tiga. Sudah terlambat untuk meeting, sudah terlambat untuk mencari Nina ataupun anak-anak.
Sudah jelas semuanya. Keributan demi keributan yang terjadi selama enam bulan terakhir, aku yakin, hari ini kami sudah sama-sama menemukan jalan.
Dua jam yang lalu, sebelum alarm di ponsel itu membangunkanku atau mungkin justru saat alarm itu berteriak dan aku tidak menyadarinya, Nina telah lebih dulu mengambil ponselku, persis di bawah bantal tempatku melabuhkan kepala semalaman. Lalu ia membuka kuncinya dengan ujung jari telunjukku dan menemukan segala macam bukti yang menguatkannya untuk pergi.
Tak ada pertengkaran lagi, Nina pun tak ingin membangunkanku demi amarahnya.
Sebab...kuyakin, Nina juga memang ingin pergi.
Inilah yang terjadi pada akhirnya di antara segala macam perselisihan yang menguatkan alasan untuk perpisahan. Istriku sudah tak tahan, pun aku memilih perselingkuhan. Jadi pagi ini, aku hanya terduduk di ujung ranjang sambil terus menerus berpikir: “sudah, kan?“
Alarm di ponsel berbunyi, tepat pukul 9. Untuk yang satu ini pun aku tahu, tentu Nina yang menyetelnya demikian.
Komentar
Posting Komentar