Langsung ke konten utama

DINA DAN KERANG AJAIB

 


Seperti biasanya, setiap siang sampai sore hari, sepulang dari sekolah, Dina selalu pergi ke pantai dekat rumahnya untuk mengumpulkan cangkang kerang dan menjualnya kepada pengepul. Sore ini mendung, pantai sepi sekali, membuat Dina kurang bersemangat.

"Wah, hari ini hasil kerjaku hanya sedikit," ucap Dina pada diri sendiri, merasa kecewa ketika menyadari bahwa embernya hanya berisi sedikit cangkang kerang. Kini bertambahlah rasa sedih di dalam hati Dina.

Ia pun terduduk di pasir sambil memandang ombak yang pecah di bibir pantai. Sementara itu matahari berangsur tenggelam dengan damai. Mestinya, sebelum gelap, Dina sudah harus mengantarkan hasil kerjanya kepada pengepul, setelah itu ia akan mendapatkan uang yang akan ia tabung di celengannya sendiri. Namun sore ini, nampaknya Dina akan terlambat pulang. Dia menghela napas, lalu berkata pada diri sendiri, "kata Ibu, seberapa pun rejeki yang aku dapatkan hari ini, aku harus selalu berdoa pada Tuhan untuk mensyukurinya. Terima kasih, Ibu. Terima kasih, Tuhan," ucapnya, lalu tersenyum.

Merasa lelah dan mengantuk, Dina nyaris tertidur di pasir putih yang terhampar luas sampai tiba-tiba datanglah sebuah suara membuatnya kaget dan takut.

"Tolong....tolong aku....!" Suara itu datang dari arah pantai yang mulai gelap.

Dina beranjak dari duduknya. Ia menoleh ke kanan kiri dan ke segala arah namun dia tidak menemukan siapapun disana.

Dina semakin takut, dengan segera, ia menghampiri embernya dan ingin segera pergi tetapi suara itu datang lagi, "Jangan takut! Tolong aku! Tolong jangan pergi! Aku tidak akan menyakitimu! Aku akan mengabulkan apapun yang kau minta, tapi tolong aku! Aku kesakitan! Lihat kemari padaku! Aku tidak jauh darimu! Aku adalah sebuah kerang merah muda! Tolong aku...kumohon...!"

Dina mengambil senter dari balik jaketnya, menyalakan benda itu dan mencari ke pasir yang ada di sekelilingnya.

"Tolong..." suara lembut itu kembali memohon. "Tolong aku...aku disini...aku berwarna merah muda dan cantik. Kini aku kesakitan." 

Dengan napas terengah, Dina masih berusaha mencari kerang itu, sampai akhirnya dia pun menemukan si kerang yang cangkangnya berwarna merah muda dan sangat cantik.

"A...apa...apa kamu yang berbicara?" tanya Dina, masih gugup dan takut.

Dina pun mengatur napas agar tenang, kemudian dia duduk di pasir, "Apa yang harus kulakukan untukmu?" Dina bertanya.

"Siapa namamu?" Kerang itu balik bertanya sambil bergerak sedikit.

"Namaku Dina," jawab Dina.

"Dina...tolong aku...kembalikan aku ke laut. Jangan sakiti aku! Jangan ambil aku! Jangan bunuh aku! Aku masih ingin hidup dan kembali kepada keluargaku."

"Aku tidak pernah mengambil cangkang kerang yang masih hidup..." jawab Dina, jujur. "Aku hanya mengambil cangkang kerang bekas dan aku tidak pernah membunuh kerang manapun.”

"Oh...benarkah itu? Artinya kamu memang anak baik," ujar si kerang.

Dina tersenyum, katanya, "Aku akan membantumu. Aku akan mengembalikanmu ke laut supaya kau tetap bisa hidup."

"Terima kasih, Dina...kamu memang baik. Dina, aku adalah salah satu dari ribuan kerang ajaib yang hidup di laut ini dan jumlah kami tidak banyak. Aku berjanji aku akan memberikan imbalan bagimu karena telah menyelamatkan nyawaku," si kerang cantik itu berjanji pada Dina.

"Tidak perlu, kerang! Aku baik-baik saja. Aku tidak mengharapkan apapun darimu. Aku tulus dan ikhlas untuk membantumu."

"Terima kasih, Dina...aku tidak akan melupakan kebaikanmu," ujar si kerang cantik.

"Aku akan membawamu ke pinggir pantai dan mengembalikanmu ke laut sekarang, ya..." ucap Dina.

"Baik. Terima kasih, Dina..."

Lalu Dina pun membawa kerang cantik itu melalui pasir putih dan tiba di pinggir pantai. Perlahan-lahan, Dina melepaskannya di air laut.

"Dina, aku berjanji, aku akan memberimu apa yang kamu perlukan... tetaplah menjadi anak yang baik. Sekali lagi, terima kasih... Dadah.. " suara kerang itu bergema dari lautan dan pecah di bibir pantai yang berbuih dan berombak.

Dina tersenyum bahagia. Tangannya melambai pula ke arah laut. Kini rasa takutnya telah sirna. Dia justru merasa sangat gembira karena telah menyelamatkan kerang yang ingin kembali ke keluarganya.

Dina pun tak ingin sedih karena hanya mendaparkan sedikit cangkang kerang. Sang Ibu menghiburnya dengan berkata, "Selama ini kamu sudah cukup mandiri, nak. Bagi Ibu dan Ayah, yang penting kamu tetap rajin bersekolah agar cita-citamu dapat tercapai."

Keesokan harinya, seperti biasa, setelah pulang sekolah, Dina kembali ke pantai. Hari ini lebih cerah daripada kemarin. Dina bersemangat untuk mengumpulkan cangkang kerang. Sebelumnya, Dina selalu memastikan bahwa cangkang kerang yang diambilnya itu memang sudah kosong, setelah yakin, maka Dina akan memungutnya dan mengumpulkannya di dalam ember.

Beberapa jam bekerja, Dina melihat kembali ke bibir pantai, lalu mendekat kesana. Matanya seperti menangkap sesuatu yang berkilauan di air.

"Apa itu?" pikir Dina.

Ada banyak warna terang, mungkin merah muda dan jingga. Pelan-pelan, Dina mendekati air dan betapa terkejutnya dia karena melihat banyak sekali cangkang keras berwarna pink yang cantik dan bersinar.

"Cantik sekali..." mata Dina berkaca-kaca. Dipungutnya satu cangkang dan melihat apakah masih ada kerang yang hidup dibalik cangkang itu? Setelah meyakini bahwa tidak ada makhluk hidup di balik cangkang, maka Dina pun memungutnya. Satu, dua, tiga sampai puluhan cangkang yang terkumpul.

Mata Dina kembali melihat kepada lautan yang terhampar luas di hadapannya. Ia pun teringat akan kerang cantik ajaib yang kemarin ditolongnya. Lalu Dina teringat pula akan kata-katanya, "Aku berjanji akan memberikan apa yang kamu perlukan." 

Dina menitikkan air mata. Ia merasa bahagia sekaligus terharu. Dalam hatinya yang paling dalam, Dina merasa tulus dan ikhlas untuk menolong kerang itu, dia tidak berharap balasan untuk semua yang telah ia lakukan, namun rupanya sang kerang ajaib yang cantik telah membalas budi baiknya dengan mengirimkan cangkang kerang dari kawanan mereka yang telah tiada.

"Terima kasih," ucap Dina dalam hati, sambil memandang deburan ombak pantai yang tidak putus-putusnya, sama seperti doa, rasa syukur dan harapan yang senantiasa Dina panjatkan kepada Tuhan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DEBUR

     Ibu sungguh-sungguh terobsesi menjadikanku aktris atau apapun itu yang bisa ditampilkan di televisi. Aku diantarnya ikut audisi demi audisi: menari, bernyanyi, berakting dan apapun itu yang biasa ditampilkan di televisi.      Anak kecil tak pernah tahu tentang tujuan hidupnya, orangtua yang bertugas membimbing anak-anak untuk mencapai cita-cita .      Itu yang selalu Ibu katakan.      Tak pernah sekalipun aku melawan sebab memang cuma Ibu yang mengurusku sendirian.      Hanya saja kelak ketika aku lepas dari masa remaja dan menjadi dewasa, aku tahu kalau terkadang ia tak sedang sungguh-sungguh seperti apa yang ia katakan. ***      “Aku lelah, Bu,” ucapku, memalingkan muka.      “ Casting ini untuk pemeran pendukung perempuan.”      “Lantas?”      “Hei! Bulan lalu seluruh uang Ibu sudah habis untuk berbagai treatmentmu di klinik kecanti...

Rekomendasi Pantai Hidden Gem di Gunung Kidul, Cocok buat Kaum Introvert yang Pengen Foto Liburannya Bersih dari Foto Manusia Lain

    Hei, Anda yang (katanya) introvert atau emang bener introvert parah seperti aku dan bestieku ini, bukankah di dalam hati Anda yang paling dalam, Anda tetap ingin jalan-jalan lalu berpamer ria di sosial media? Hhhh! Ngaku aja, deh!      Sebenernya yang paling penting bagi kaum introvert (mendang mending) adalah bisa berkelana kemana aja tanpa perlu memikirkan "harus/bakal bertemu siapa?" Jadi orang introvert itu sama sekali bukan katak dalam tempurung?! Ya dong!  (Karena katak bukan orang! Oke, skip!)       Nah, sekarang sebelum Anda berpikir terlalu jauh tentang mau healing kemana, sama siapa, nanti akan bertemu siapa, maka hal pertama yang Anda perlukan adalah keyakinan bahwa dompet Anda ada isinya, terutama buat beli bensin.       Jadi kalau di dompetnya cuma ada sepuluh ribu, ya jangan berpikir untuk ke pantai atau gunung dulu, ya cuk! Jangankan buat ke pantai, buat beli bensin dan starter motor thok, bisa-bisa...

TIGA KERAMAT

Kepala Suku/Ilustrator : Smavel Deck Ada tiga macam upacara adat yang akan mereka lakukan selama tiga hari berturut-turut. Aku wajib untuk ikut satu dari antara tiga itu. Tiga merupakan angka yang sakral bagi masyarakat suku di lembah Cendana ini. Dalam tujuh hari, mereka hanya boleh 3 hari bekerja. Hari-hari lainnya dipakai untuk beristirahat dan mengolah makanan. Anak umur 3 tahun wajib disunat. Remaja lelaki 13 tahun wajib hidup mandiri di pondoknya sendiri. Remaja putri umur segitu, yang belum menstruasi, wajib bekerja mencari ikan di rawa-rawa selama 3 hari berturut-turut untuk keluarganya. Jika sudah menstruasi, maka wajib dikawinkan dengan lelaki usia 1 3 tahun atau lebih. Ngeri memang mendengarnya, namun memang itulah alasanku datang kemari. Aku ingin tahu betul, bagaimana cara mereka bertahan hidup di bawah aturan yang sangat ketat, terkait angka-angka sakral yang telah mereka tetapkan sejak berabad-abad lalu. Mereka pun sangat terisolasi, jauh dari peradaban, ha...